Tuesday, June 16, 2009

Aqidah Ibnu Katsir Baina Tafwidz wa ta'wil

Entah berkapasitas untuk berbicara tentang aqidah atau tidak-kah kita, namun sebagian kelompok memaksa untuk setiap individu berbicara tentang aqidah apabila tidak tahu maka akan difonis kafir dengan mengambil dalil dari ucapan Imam Ibnu Hanifah :

"Barangsiapa yang mengingkari sesungguhnya Allah berada di atas langit, maka sesungguhnya ia telah kafir".

Adapun terhadap orang yang tawaqquf (diam) dengan mengatakan "aku tidak tahu apakah Tuhanku di langit atau di bumi". Berkata Imam Abu Hanifah : "Sesungguhnya dia telah 'Kafir !". Karena Allah telah berfirman : "Ar-Rahman di atas 'Arsy Ia istiwaa". Yakni : Abu Hanifah telah mengkafirkan orang yang mengingkari atau tidak tahu bahwa Allah istiwaa diatas 'Arsy-Nya.


Sementara orang yang berbicara tanpa ilmu juga akan diancam, akhirnya banyak yang hanya memiliki ilmu tak seberapa berbicara sepengetahuan mereka saja, menyebar kemana-mana dengan pemahaman yang bisa dikatakan pemahaman jahil, pemahaman orang bodoh.

Jika orang yang tahu, maka akan didapatkan perkataan ulama' dalam memahami ungkapan ibnu Hanifah di atas.

Pemahaman Imam syafi'ie (w:204 H) :

 "لأن هذا القول يوهم أن للحق مكانا، ومن توهم أن للحق مكانا فهومشبه:في كتابه "حل الرموز" في بيان مراد أبي حنيفة

Abu hanifah mengkafirkan dengan ucapan beliau: Siapa yang berkata, 'saya tidak tahu Tuhanku itu di mana, di langit atau di bumi, maka orang tersebut telah menjadi kafir. Demikian pula orang yang berkata: "Tuhanku itu di atas 'Arsy. Tetapi saya tidak tahu 'arsy itu di langit atau di bumi."

"karena perkataan ini di pahami bahwa (pembicara menetapkan) bagi YG Maha Hak (allah) tempat, dan barang siapa yg memahami bahwa bagi Allah tempat maka dia adalam musyabbih"(Imam syafi'ie:dlm kitab "Hal rumuz", bayan dari maksud abu hanifah)


Begitu banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang mengandung makna mutasyabihat yang apabila difahami secara harfiah atau tekstual saja, maka akan mengesankan terdapatnya kekurangan dalam Dzat Allah SWT (Mujassimah), demikian sebaliknya, bila dita'wil tanpa ilmu atau dialihkan kepada arti yang disesuaikan menurut yang menta'wilkan, akan dikatakan sebagai orang yang menolak ayat dan mengalihkan arti yang tidak ada kaitannya (mu'attilah). Lalu bagaimana semestinya...??

Ahlussunnah Wal Jama'ah dikenal sebagai faham yang mutawasith, atau pertengahan bukan berfaham Mujassimah dan bukan pula Mu'athilah yang mengedepankan akal, salah satu dari aqidah Ahlussunnah yang telah diakui oleh berbagai ulama adalah aqidah Thohawi.

Jangan sampai kita menjadi saling mengkafirkan satu sama lain antara sesama pengucap 2 kalimat syahadat karena ketidak tahuan kita, dan hanya ikut-ikutan perkataan orang yang kita tidak tahu perkataan itu diambil darimana. Dalam aqidah Thohawi, tidak dikatakan kafir orang yang berseberangan dalam memahami ayat mutasyabihat, tetapi dikatakan sebagai keliru atau salah, tanpa menyertakan tuduhan kafir, sehingga ketika jatuh keyakinan dalam masing-masing pemahaman tidak akan saling mengkafirkan karna tuduhan kafir akan berakibat fatas terhadap antara yang dituduh dan yang menuduh.

Kalau kita mengkafirkan orang yang menta'wil, maka konsekwensinya begitu banyak ulama' besar yang akan dihukumkan kafir, termasuk Imam Bukhori, Ibnu Abas dll. Masa iya ulama sekaliber beliau tidak tahu masalah ini, sementara kita yang baru belajar kemaren sore, yg nilai waro' nya jauuuh dibanding mereka berani mengkafirkan mereka..?

Jika anda memahami bahasa arab, alangkah baik untuk anda membaca kitab yang terdapat link dibawah ini, hanya sedikit, namun rujukannya dan pembahasannya objektif dan semoga bisa memberikan pencerahan terhadap akidah kita.

 Aqidah Ibnu Katsir antara Tafwidz dan Taw'wilf

--
Your Best Regard
http://www.rumahvendi.phpnet.us

No comments:

Post a Comment